Tuesday, July 20, 2010

I love you, Momma..


Kanker.
Deg! Istilah itu lagi yang harus saya dengar pagi ini.
Ya, hari ini saya mendapat kabar berita yang paling tidak ingin saya dengar selamanya.
Duka cita.
Beberapa hari yang lalu saya harus menerima kabar duka cita yang sangat-sangat mengejutkan dari Alm. Bapak Ir. Darsono Djonjang, seorang Ayah / Pembimbing / Dosen / Sahabat saya di kampus STT PLN Jakarta. Mengapa mengejutkan? Karena terakhir ketemu, sekitar sebulan yang lalu, Bapak (saya memanggilnya begitu) sangat-sangat dalam keadaan sehat. Saya bercanda dengan Bapak seperti biasanya. Dan sampai beberapa hari yang lalu pun saya tidak mendengar kabar jika Bapak sedang sakit, sampai akhirnya saya mendengar berita itu.

Dan pagi inipun saya harus mendengar kabar serupa dari sahabat saya. Ya, ibu dari sahabat saya telah dipanggil Tuhan. Karena sakit. Sakit kanker.
Saya memang sudah lama mengetahui penyakit beliau. Mamak (begitu saya memanggilnya,mengikuti panggilan dari sahabat saya) menderita sakit kanker di payudaranya. Memang sudah agak parah, dikarenakan Mamak tidak pernah mengeluh sampai akhirnya adik dari sahabat saya mengetahui keadaan Mamak yang sebenarnya. Kemudian sahabat saya bercerita kepada saya dan meminta untuk dicarikan solusi pengobatan non medis. Akhirnya didapat pengobatan alternative yang terdekat dari tempat tinggal Mamak yaitu di kota Surabaya. (Untuk informasi, Mamak berasal dari Jember tetapi tinggal di Mataram, sehingga Mamak memilih untuk berobat di Surabaya supaya dekat dengan Jember daripada di Jakarta. Pengobatan alternative ini memang tidak berada di banyak kota, hanya kota-kota besar di pulau Jawa.)
Dari tahun 2009, Mamak pulang pergi Mataram-Surabaya untuk berobat. Sahabat saya atau adiknya biasanya bergantian menemani. Memberikan support. Dan itu semua Mamak jalani dengan penuh kesabaran, meski kadang-kadang sahabat saya mengeluh tidak ada perubahan yang berarti pada penyakit Mamak. Saya hanya bisa memberikan kekuatan melalui kata-kata dan meminta sahabat saya untuk tetap berdoa kepada Tuhan. Dan hebatnya lagi, Mamak masih menjalankan aktivitas karirnya seperti biasa. Seperti tidak ada yang bisa mencegah langkahnya untuk memberikan yang terbaik bagi keluarganya. Penyakit kanker sekalipun.
Terakhir, belum lama ini, saya tidak ingat persis tepatnya, sahabat saya memperlihatkan kepada saya video ketika Mamak sedang diobati. Miris saya. Saya tidak bisa membayangkan jika hal itu terjadi pada saya. Sempat saya berpikir, apa yang sebenarnya Mamak rasakan? Kenapa Mamak tidak menangis? Kenapa Mamak tidak meratap?
Selepas itu, saya hanya bisa berpesan kepada sahabat saya, untuk tetap menjaga dan membuat Mamak bangga. Karena aya tidak mengerti harus berbuat apa.

Sampai akhirnya berita itu datang pagi ini.
Mamak dipanggil Tuhan.
Terbayang video terakhir Mamak, terbayang oleh-oleh gelang mutiara Bunda Maria dari Mamak, terbayang apa yang pernah Mamak sampaikan kepada sahabat saya. Ya Tuhan, saya kaget, saya bingung.
Saya kaget, mengapa Engkau memanggil Mamak begitu cepat. Bahkan sahabat sayapun tidak pernah cerita jika Mamak dalam kondisi yang tidak seperti biasanya.
Saya bingung, apakah saya harus bersedih atau jutru harus bersyukur?

Setelah beberapa saat akhirnya saya menemukan jawabannya. Saya sedih, merasa kehilangan satu sosok yang saya kagumi meski belum pernah bertemu muka.
Tapi saya juga  bersyukur, Mamak sudah sehat sekarang, terbebas dari rasa sakit, terbebas dari penderitaan yang selama ini pasti sangat membebaninya.
Dan saya bersyukur karena Mamak pergi meninggalkan pelajaranyang sangat berharga. Yang tidak hanya untuk sahabat saya, anak-anak Mamak, keluarga besar Mamak, tetapi juga untuk saya, dan semua orang yang mendengar kisah ini.

--

Malam hari sebelum tidur, saya membuka akun facebook saya dan menemukan satu lagi berita duka.
Mama dari teman saya di kantor yang lama, meninggal dunia siang tadi karena kanker.
Ya Tuhan, haruskah saya mendengar kata itu 2 x sehari?
Saya memang tidak mengetahui bagaimana pengorbanan yang telah Mama teman saya lakukan, tapi saya yakin pasti itu sangat berat dan menyakitkan.
Kembali saya harus mengucap syukur, bahwa ada satu Mama lagi yang sudah sembuh dan bahagia di surga hari ini.

--

Dua kali mendengar kata itu, saya menjadi teringat akan sahabat saya yang lain. Sekitar 8 tahun yang lalu, Mamanya meninggal karena kanker.
Hampir sama seperti yang dialami Mamak, bedanya pengobatan alternative yang dilakukan Mama sahabat saya ini dilakukan di kota Padang, tanah kelahiran Mama sahabat saya. Beberapa bulan sebelum meninggal, Mama sahabat saya memilih untuk menetap di Padang, meninggalkan keluarganya di Jakarta.
Sahabat saya bercerita, awalnya dia memang agak curiga. Kenapa banyak sekali kain-kain kecil yang dijemur. Dan Mama sahabat saya sering menanyakan tentang bau badannya. Mama sahabat saya ini memang agak pendiam orangnya. Tidak pernah sekalipun mengeluh dan menceritakan apa yang sedang dialaminya. Sampai akhirnya sahabat saya menemukan jawaban. Kain-kain kecil itu digunakan Mama sahabat saya untuk menyumpal payudaranya yang sudah bolong. Dan bau yang dikawatirkan oleh Mama sahabat saya itu tentunya berasal dari luka di payudaranya tersebut. Mama sahabat saya kawatir jika bau yang ditimbulkan dari lukanya akan mengganggu orang-orang di sekitarnya. Betapa mulia hatinya.
Sedih memang, ketika akhirnya Mama sahabat saya memutuskan untuk berobat di tanah kelahirannya. Saya tidak mengerti alasannya, tetapi saya yakin Mama sahabat saya tidak ingin merepotkan keluarganya, anak-anaknya. Saya sangat salut terhadap keyakinan yang dimiliki Mama sahabat saya ini.

Setelah proses pemakaman selesai, sahabat saya kemudian menemukan botol yang ternyata selama ini disimpan oleh Mamanya. Dan ketika botol itu dibuka, terdapat binatang-binatang kecil berterbangan. Teman saya tidak tau pasti binatang apa namanya, tetapi menyimpulkan bahwa itu mungkin berasal dari belatung atau larva yang ada pada payudara Mama dan akhirnya disimpan dalam botol. Sahabat saya tidak mengerti alasan mengapa Mama menyimpan itu selama ini.
Mendengar cerita itu, saya semakin yakin bahwa Mama sahabat saya bisa disebut dengan malaikat.
Karena beliau bisa sangat tabah menghadapi semua ujian,  memenangkannya dan mendapat piala kebahagiaan di surga pada akhirnya.

--

Saya pun teringat ketika saya harus kehilangan seorang Tante sekaligus sahabat saya 7 tahun yang lalu. Selepas saya menyelesaikan studi S1 saya, saya harus dihadapkan kenyataan bahwa Tante saya harus pulang ke rumah Bapa karena penyakit kanker rahim yang dideritanya.
Lagi-lagi karena kanker.
Saya tidak bisa menangis, karena saya begitu memahami apa yang Tante saya rasakan selama hidupnya. Rasa sakit yang diakibatkan oleh perutnya yang membesar, rasa sakit ketika menjalani kemotherapy, rasa sakit ketika harus mendengar bahwa tumor ganas yang bersarang di tubuhnya semakin berkembang, dan rasa sakit yang dialaminya mulai pada saat Ia dinyatakan positif kanker sampai akhir ajalnya. Saya dapat merasakan, karena selama itu saya selalu berusaha berkomunikasi dengan Tante saya tersebut.
Tetapi ketika saya menyaksikan proses penutupan peti sampai dengan pemakaman, saya menangis. Benar-benar menangis. Saya marah kepada Tuhan, mengapa Tuhan memanggil orang baik seperti dia begitu cepatnya. Mengapa Tuhan tidak menyembuhkan penyakit Tante saya, padahal Ia selalu taat kepada Tuhan. Mengapa saya harus kehilangan orang yang saya cintai untuk selama-lamanya?
Sampai akhirnya saya menemukan jawabannya dalam mimpi saya keesokan harinya. Tante saya datang dengan wajah penuh sukacita dan mengatakan kepada saya bahwa dia sudah bahagia karena sebentar lagi akan bertemu Tuhan di surga. Dia berkata bahwa dia sudah sembuh.
Saya menjadi malu, kemarin sempat marah dengan Tuhan, ternyata inilah yang terbaik yang Tuhan berikan untuk kehidupan Tante saya.

--

Maka ketika saya dihadapkan bahwa beberapa dari sahabat saya yang harus kehilangan Mamanya, saya tidak bisa berbuat apa-apa. Saya hanya bisa berdoa dan berusaha menguatkan batin sahabat-sahabat saya dengan kata-kata penghiburan. Karena memang hal inilah yang bisa kita lakukan di dunia. Seperti kata bijak yang sering kita dengar, “Semua terjadi karena suatu alasan”.
Saya percaya Mama dari sahabat saya yang sudah dipanggil Tuhan, sudah mengerti apa alasan dari kejadian ini. Dan saya juga percaya, para sahabat saya juga pasti mengerti apa alasan tersebut. Yaitu kebahagiaan Mama. Kebahagiaan seorang pahlawan.
     “ And then a hero comes along
      with the strength to carry on
     and you cast your fears aside
     and you know you can survive.”
Jadi, buat Made ‘Kee’ Hartadi, Dewi, Iyet, dan sahabat saya yang lain, meski raga Mamak/Mama/Ibu/Bunda tidak ada di dunia, bagi kita mereka tetap pahlawan. Jika mereka kuat menghadapi semua cobaan, kitapun harus yakin bahwa kita juga kuat, kita bisa bertahan, dan kita harus buat mereka bangga meskipun hanya bisa melihat dari surga.
Dan bagi sahabat saya yang masih diberi kesempatan untuk dekat dengan Mamak/Mama/Ibu/Bunda kita, ciumlah mereka sekarang, katakan bahwa mereka adalah pahlawan;
Jika belum dan tidak ada kesempatan itu, pejamkan mata, tersenyum, dan berjanjilah.

I love You Momma..

0 comments on "I love you, Momma.."

Post a Comment

Sebelumnya Sesudah Home
 

My Blog List

Labels

Welcome

:: Isi Otak :: Copyright 2008 Shoppaholic Designed by Ipiet Templates Image by Tadpole's Notez