Thursday, October 15, 2009

Part 3: day 2.. (finish)



Part 3: day 2


Hmm, pagi ini, hehehe, tepatnya siang ini, saya bangun agak telat. Maklum semalam pulang dari JRL, sampai rumah sekitar jam 2 an lebih. Dan baru bisa tidur jam 3 an. Tapi karena hari ini saya berencana mau memasak, maka mau tak mau saya harus pergi ke pasar untuk membeli bahan-bahannya.

Hari ini saya dan Popoy merencanakan untuk pergi ke JRL agak siangan. Supaya dapat menonton dengan puas. Karena jika dilihat di jadwal, hari ini banyak band-band yang kami kenal. Popoy pun ngotot ingin melihat penampilan Time Bomb Blues. Katanya musik-musik nya agak-agak jazzy gitu. Dan dia merekomendasikan band tersebut kepada saya. Memaksa saya mendengarkan tepatnya. Hehehe

Sekitar pukul 3 sore, saya sudah selesai memasak, dan hati saya sudah bersiap-siap untuk pergi ke JRL. Tapi kok rasanya mata ini mengantuk sekali. Maka saya berencana untuk tidur sebentar supaya lebih fit nantinya. Bukannya tidur, saya malah menonton Indosiar, dimana ada Choky Sitohang, presenter favorit saya. Alhasil, bukannya tidur, saya malah asyik melototin TV sampai jam 5 sore, dan baru siap berangkat 6 jam sore. Itupun karena Popoy sudah meminta saya untuk bergegas. Duh, segitu gak tahannya pengen lihat Mr. Big, dalam hati saya.

Ok lah, kali ini saya tetap dengan penampilan seperti kemarin, kaos hitam, sneakers, cuma kali ini saya memilih untuk memakai celana pendek. Tidak lupa saya juga menyiapkan menu makan malam yang mau saya bawa. Saya harus pinter-pinter ngatur supaya bisa masuk ke post-man bag saya yang kecil ini niy, kata saya dalam hati. Karena kalau saya membawa tas yang agak besar, takutnya petugas akan curiga. Dan malah bermasalah nantinya. Hmm, saya berpikir cepat, akhirnya saya putuskan untuk tidak membawa dompet kesayangan saya, hanya dompet kain yang biasa saya bawa ke pasar, dan cukup membawa uang tunai serta KTP. Ponsel saya pun sudah saya persiapkan dengan menggantinya ke ponsel yang type lama. Saya punya feeling kalau suasana bakal jauh berbeda dari kemarin, dan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, mending begini caranya. Dan untungnya Tupperware sebagai tempat saya membawa nasi sudah aman di dalam tas saya. Supaya nanti tidak terlihat mencurigakan, di atas Tupperware itu saya taruh dengan rokok, tisu, minyak kayu putih, dll. Aman, dalam hati saya.

Popoy pun sudah sangat siap dengan perlalatan fotografinya. Seperangkat kamera dalam 1 tas, dan tripod. Checking tickets, and Ok then, akhirnya kami berangkat juga ke Ancol.

Sampai di pintu masuk Ancol, kali ini sangat kelihatan jika ada event besar di kawasan ini. Papan penunjuk dimana JRL berada sudah tersedia di pintu masuk Ancol. Agak sedikit ramai ketika kami membeli ticket masuk Ancol, dan sepanjang jalan juga saya bisa melihat jika hampir semua yang datang ke Ancol bertujuan sama dengan saya. Dilihat dari dandanannya. Rata-rata mereka memakai t-shirt dan celana jeans, yah, memang siy ada yang lebih heboh dari itu. Mungkin mereka mau menunjukkan jati diri mereka saja. That’s fine, sudah merdeka kok negeri ini.

Di pintu masuk, antrian motor tidak begitu ramai, cuma untuk antrian mobil, agak lumayan padat. Tapi setelah kami melewati pintu masuk dan menuju bundaran yang dekat dengan restoran Bandar Djakarta, sudah dipenuhi dengan berbagai macam kendaraan. Ada bus pariwisata, mobil, motor semua bergerak ke pantai Carnival. Wow, dalam hati saya, membayangkan apa yang akan terjadi di keramaian itu nantinya.

Banyak diantara mereka yang akhirnya mengambil parkir di sepanjang pantai, dan memilih untuk berjalan kaki menuju lokasi, karena saking padatnya lalu lintas yang berada sepanjang jalan itu. Tadinya saya dan Popoy berpikir untuk mengambil tindakan yang serupa, tapi entah mengapa, kami memutuskan untuk gambling, mengambil peruntungan, disamping itu juga saya tidak melihat adanya motor yang balik arah. Dalam hati saya berkata, berarti lahan parkir yang tersedia masih bisa menampung motor.

Dan perlu saya tambahkan, Popoy ini terkadang memang bisa diandalkan untuk mengejar waktu. Dia sangat lihai malam ini. Tepat dalam mengambil keputusan, sehingga kami dapat cepat sampai di tempat parkir motor dengan selamat. Hehehe, lebay ya saya? Maksud saya, dia berani mengambil jalan yang melawan arah, tanpa takut dikejar polisi. Tapi memang motor tuw bisa sembarangan kok. Yang punya jalanan istilahnya, hihihi. Salut deh buat Popoy.

Hmm, masih seperti kemarin, banyak yang menawari kami tiket dengan diskon. Karena kami sudah mengantongi tiket resmi, sekali lagi kami tidak menghiraukan tawaran mereka. Bergegas, berjalan cepat saya tidak sabar ingin segera masuk ke dalam area JRL. Dan ternyata benar dengan apa yang sudah menjadi bayangan saya. JRL sungguh sangat penuh sesak, bahkan di depan ticket box saja, sudah terjadi kerumunan orang. Saya jadi haus sekali, dan untung saja di dekat pintu masuk pertama, ada stand Sprite Zero yang menawarkan minuman gratis. Tanpa ragu, saya ambil saja, lumayan untuk sekedar melepaskan rasa haus saya.

Di pintu masuk pertama, saya kembali menemui prosedur yang seperti kemarin. Hanya untuk hari ini penjagaan dilakukan dengan super ketat dengan personel yang menurut saya lebih banyak dari kemarin. Mungkin mereka juga sudah mengantisipasi situasi yang akan terjadi ini kali ya? Sebenarnya saya juga excited sekali, tapi saya juga agak-agak ketakutan, teringat dengan nasi yang saya bawa. Karena ada salah satu petugas yang berkata dengan menggunakan toa kepada kami agar segera membuang segala bentuk makanan dan minuman yang akan kami bawa. Dia juga mengingatkan jangan sampai kami melanggar peraturan yang sudah ada. Saya berdoa terus, mudah-mudahan lolos dari penjagaan. Bukan masalah makanannya, tapi malunya itu lho kalau sampai ketauan. Duh, jangan sampai deh..

Pintu masuk pertama saya bisa masuk dengan selamat, sesuai dengan prediksi saya dan pengalaman saya kemarin, saya disuruh buka tas, dan untungnya tidak diobok-obok isinya. Mereka mungkin hanya melihat isinya rokok, tissue, minyak kayu putih, dan mungkin berpikir kalau yang ada dibalik itu adalah dompet atau ponsel. Untung, untung, dalam hati saya.

Selesai di pintu masuk pertama, dan beranjak ke pintu masuk kedua, hati saya belum tenang. Sambil celingak-celinguk kira-kira penjaga mana yang tidak terlalu ketat memeriksanya, saya pelan-pelan masuk ke antrian di belakang seorang wanita. Doa di hati saya tidak putus-putusnya, dengan isi yang sama, mudah-mudahan tidak tertangkap basah membawa makanan. Hihihi.

Hampir sampai giliran saya niy. Wanita di depan saya tadi membawa satu tas, yang lumayan besar dibanding saya. Kemudian petugas meminta dia untuk membuka tas itu dan petugas itu menemukan makanan yang dibawa wanita itu. Aduh, tambah dag dig dug saja saya rasanya. Sudah give up juga, terserahlah, kalau memang mau ketauan, ya ketauan saja. Oleh petugas, wanita tersebut diminta untuk menghabiskan dulu makanannya, yang saya juga tidak sempat melihat apa bentuknya.

Kemudian giliran saya, saya juga diminta untuk membuka tas, dan untungnya petugas hanya melihat sekilas dan menyuruh saya untuk melanjutkan ke tahap berikutnya. Thanks My Lord.. benar-benar lega rasanya. Saya sampai teriak dan tersenyum lebar sambil menghembuskan nafas sekencang-kencangnya. Moment yang sungguh sangat menyita adrenalin saya. Hahaha, lebay gak siy?

Kemudian saya masuk dan seperti kemarin, saya langsung berjalan menuju panggung utama. Karena ada /rif disana. Band yang cukup saya kenal, dan mengingatkan saya pada kejadian beberapa tahun silam di event Soundrenalin di Parkir Timur Senayan. Waktu itu saya masih kuliah dan menyempatkan diri menonton beberapa band rock juga, /rif termasuk didalamnya. Suasananya waktu itu juga hampir sama crowded nya dengan JRL ini, yang membedakan adalah waktu itu saya pulang dengan kaki dan tangan yang berdarah-darah karena bertabrakan saat moshing, itu loh, istilah yang digunakan kalau kita berjoget bareng-bareng kemudian dengan sengaja menabrakkan diri ke sesama teman, seperti yang dilakukan penonton pada saat Netral maen kemaren. Hihihi, ABG sekali saya ya?

Sampai di panggung utama, saya langsung bisa menikmati musik dari /rif, meski kerumunan penonton kali ini ternyata sama dengan dugaan saya sebelumnya. Saya cuma bisa berdiri di belakang dekat panggung mixer. Duh, sedihnya. Tapi apa boleh buat, karena saya datangnya juga udah kesorean, jadi berpasrah saja. Sekitar 3 lagu, ternyata /rif menyudahi penampilannya. Saya baru tau kalau jadwal hari ini ada perubahan. Agak dimajukan. Tidak jelas alasannya, mungkin supaya tidak terlalu larut kali ya. Karena di jadwal sebelumnya, Mr. Big akan mulai naik panggung sekitar pukul 00.15 WIB, tapi di jadwal sekarang diumumkan kalau Mr. Big akan tampil pada pukul 23.00 WIB. Makanya saya agak kaget kok jam 18.30 WIB /rif sudah selesai, padahal jadwal yang saya print, seharusnya /rif baru tampil jam 18.15 WIB, dan sebelum /rif mengakhiri aksinya sore ini, Andy, sang vokalis, coba untuk mengingatkan kami tentang Alm. Mbah Surip. Ketika dia coba untuk menyanyikan lagu ‘Tak Gendong’, banyak diantara kami yang kurang ekspresif, tapi ketika dia menyanyikan lagu ‘No Woman No Cry’, kami serentak langsung menyanyi semua. Dan dia hanya bisa berkata, “ternyata pesona Alm. Mbah Surip yang adalah musisi negri sendiri belum bisa mengalahkan pesona Alm. Bob Marley”

Memang bukan bermaksud untuk membandingkan, tapi mungkin Andy menyemangati kami untuk tetap mencintai musisi dalam negeri sebagaimana kami mencintai musisi luar negeri. Iya dehhhhhh…

Selesai /rif meninggalkan panggung utama, saya memutuskan akan tetap stay di depan panggung saja. Karena situasi tidak sama dengan hari kemarin, dimana kami masih bisa santai-santai dan jalan-jalan kemana-mana dulu. Memang masih sangat lama, tapi feeling saya bilang, kalau orang yang datang akan bertambah lagi. Dan untungnya Popoy menyetujui juga kemauan saya. Akhirnya saya berdua mencari tempat yang enak, yang dekat dengan panggung. Kami mengambil sisi kanan panggung. Hmm, ini saja ternyata saya sudah tidak bisa maju lagi. Sedikit kebelakang dibanding dengan posisi saya menonton VH kemarin. Dan tidak dipinggir dekat pagar pemisah pula. Rupanya banyak yang berpikiran seperti saya, tidak terpengaruh dengan band-band pengisi acara yang lain, yang penting dapat posisi bagus waktu nonton Mr. Big. Saya kemudian teringat dengan nasi yang saya bawa, saya pikir sambil menunggu Seconhand Serenade main pukul 20.00 WIB, dan ini berarti masih ada kurang lebih 1.5 jam lagi, saya ingin makan sekarang saja.

Belum juga saya buka tas, tiba-tiba ada teriakan dari belakang, dan seketika banyak orang yang berdesakan dan berlarian ke arah depan panggung. Kontan saya dan Popoy yang sedang asyik duduk ngobrol jadi kaget dan segera mengikuti pergerakan massa itu. Karena kalau tidak, habislah saya diinjak-injak. Penasaran, saya lihat jam tangan saya, ternyata baru pukul 19.00 WIB, kenapa orang-orang sudah pada heboh ya? Saya lihat ke panggung, ternyata ada crew dari Seconhand Serenade yang sedang check sound. O my God, kenapa juga siy harus seheboh itu. Saya tanya kepada Popoy, band apakah Seconhand Serenade ini? Ternyata Popoy sendiri kurang mengenalnya. Berarti kami ini termasuk yang agak kuper ya? Buktinya segerombolan cewek-cewek yang ada di sebelah saya saja sepertinya heboh banget membicarakan band ini. Saya kemudian iseng coba untuk browsing tentang Seconhand Serenade ini. Ternyata ini bukan nama kelompok band, Seconhand Serenade cuma beranggotakan 1 orang yaitu, sang vokalis, John Vesely. Pemain band yang lain cuma additional players saja. Oo, begitu rupanya. Baru ngerti saya sekarang. Hihihihi.

Masih sekitar pukul 19.30 WIB. Gara-gara kejadian tadi, saya terpaksa harus berdiri selama ini menunggu mereka siap tampil. Aduh… dan untuk membunuh waktu dan menghilangkan pikiran-pikiran tidak benar di otak saya, saya coba untuk mengobrol dengan Popoy. Kenapa saya berbuat demikian? Karena sebenarnya saya mempunyai satu penyakit, mungkin ini yang disebut dengan phobia keramaian. Memang saya belum pernah melakukan tes khusus tentang ini sebelumnya, tapi entah kenapa setiap saya berada di keramaian. Entah itu di dalam gedung atau di luar gedung, saya langsung berkeringat dingin, merasa pusing, sedikit mual, dan lebih parah lagi biasanya saya berkunang-kunang matanya. Contohnya saja kalau di mall, atau di swalayan besar yang mungkin saat itu sedang ada acara khusus sehingga ada diskon, pasti akan banyak menyedot pengunjung bukan? Kalau kebetulan saya juga membutuhkan sesuatu barang dan harus mendapatkannya saat itu, mungkin lebih baik saya harus mengurungkan niat saya itu. Karena pernah suatu saat saya memaksakan diri, hasilnya adalah tiba-tiba saya berkeringat dingin, mata berkunang-kunang, perut mules, sehingga akhirnya saya hanya bisa duduk sambil minum air dingin. Tidak jadi belanja.

Pernah juga waktu di pernikahan sahabat saya Rini, saya udah dandan cantik dan sexy dong, pastinya, hihihi, dan saya pun siap untuk mengikuti acara resepsi yang kebetulan waktu itu acaranya diadakan pada siang hari. Belum ada setengah jam saya di dalam gedung itu, lagi makan, tiba-tiba keluar keringat dingin dalam tubuh saya. Muka saya langsung pucat, pandangan saya udah mulai tidak focus, dan perut saya yang langsung melilit. Iyet, sahabat saya langsung panik, dan mencoba untuk memapah saya. Made, teman saya yang lain juga berusaha mencarikan air minum dan mengipasi saya, menjaga supaya saya tetap sadar. Kemudian saya dibawa keluar oleh mereka, menjauh dari kerumunan supaya saya mendapat sedikit angin segar. Sekitar 10-15 menit kemudian baru saya bisa tersenyum, sudah bisa melihat dengan jelas, dan kembali ke resepsi. Mungkin memang benar kalau phobia keramaian itu memang ada….

Akhirnya tepat pukul 20.00 WIB, masing-masing personel dari Seconhand Serenade, mulai menempati posisinya masing-masing. Gerombolan cewek-cewek di sebelah saya langsung berteriak-teriak histeris, memanggil nama John sang vokalis. Sementara saya hanya terbengong-bengong melihat mereka. Kalau saya perhatikan mungkin mereka berumur sekitar 17 tahunan ke atas. At least, tidak sebaya dengan saya lah. Buktinya mereka tau Seconhand Serenade, saya tidak. Hehehe, apa hubungannya? Padahal saya sirik aja tidak bisa ikutan bernyanyi. Tidak lama John muncul dan euphoria semakin menjadi-jadi. Kalau didengarkan, saya memang tidak terlalu asing dengan lagu-lagunya. Buktinya untuk beberapa lagu, saya bisa mengikuti lyrics nya. Mungkin karena saya sering mendengarkan lagu di radio kali ya?

Secondhand Serenade menyanyikan beberapa lagu seperti Awake, Atwist in My Story, Maybe, Your Call, Fall For You, dll. Mereka tampil sangat baik, atraktif dan lumayan menghibur. Saking terhiburnya saya sampai tidak berkedip melihat John. Terpesona dengan ketampanannya. Dan informasi berharga buat cewek-cewek, John ini duda lho. Hihihi. Apalagi dia mengenakan busana casual, gaya kesukaan saya. Jeans biru dongker dipadu dengan kemeja lengan putih yang digulung sedikit, dasi longgar, sneakers, dan tidak lupa celana boxer. Kok saya sampai tau? Karena kalau dia sedang main gitar sambil nunduk, maaf ya, keliatan celananya. Tapi sumpah, sexy abiiss John….

Permainan dari Seconhand Serenade sebenarnya tidak membosankan. Cukup keren juga. Meski hanya beberapa saja yang mengerti lagu-lagu yang mereka bawakan, tapi saya cukup bisa menikmatinya. Kadang mereka bermain layaknya full band, kemudian diselingi permainan single keyboard dari John sendiri. Cukup memukau lah. Saya tidak bisa terlalu banyak bercerita tentang penampilan dari Seconhand Serenade ini, karena bagi saya, cukup John Vesely di panggung tanpa bersuara pun sudah lebih dari cukup. Cukup untuk mencuci mata diantara puluhan ribu pengunjung malam ini. Hehehe, maaf ya John, abis kamu cute banget siy. Seconhand Serenade juga cukup ramah, mereka berusaha berinteraksi dengan kami, para penonton. Meski dalam hatinya saya yakin mereka tau, kalau kami ini datang bukan karena ingin menonton Seconhand Serenade, tapi karena Mr. Big. Tapi mereka tetap bersemangat untuk menghibur kami yang sudah dengan rela berdiri berdesakan di lapangan ini.

Sekitar 1.5 jam kemudian, mereka berpamitan berbarengan dengan lagu terakhir. Ini berarti masih ada 1.5 jam kedepan sebelum Mr. Big manggung. Rasanya badan saya sudah lelah sekali. Mana saya dan Popoy tidak ada persediaan minuman sedangkan untuk membeli minum di stand makanan kok rasanya sangat mustahil. Saya coba melihat ke belakang, dan sejauh mata saya memandang, hanya terlihat beribu-ribu kepala manusia. Duh, saya sudah mulai khawatir dengan kondisi badan saya. Kaki saya rasanya pengen selonjoran. Tapi hampir semua diantara kami tidak ada satupun yang bergerak mundur. Malah kami hampir semua ingin bergerak maju ke depan. Saya berusaha sabar, dengan menjernihkan pikiran. Tidak membayangkan sesuatu yang buruk. Itu salah satu tips dari saya, positive thinking. Mudah-mudahan saya bisa bertahan, doa saya terus dalam hati. Popoy masih setia menjaga saya. Dia sepertinya tau dengan apa yang saya pikirkan, tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Karena sekali kita keluar dari kerumunan ini, kita tidak akan pernah kembali.

Pukul 22.00 WIB, masih satu jam lagi, batin saya. Tiba-tiba ada suara dari belakang saya yang meneriakkan untuk duduk. Dan entah atas koordinasi dari mana, dari barisan depan, ke belakang langsung membentuk formasi duduk. Saya pun tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Dalam hati saya, duh, meski tidak ada air, yang penting bisa istirahat sebentarlah. Lumayan.

30 menit kemudian, seperti terkoordinasi lagi, saya dan seua penonton yang tadi duduk mulai bangkit berdiri, berbarengan dengan crew dari Mr. Big yang sedang sound check. Alhasil, kegiatan ini menimbulkan gejolak di kerumunan massa ini. Entah dari mana asalnya, tiba-tiba saya sudah terlibat dengan yang namanya desak-desakan. Saya jadi kasihan dengan grup band yang sedang manggung di panggung lain, tidak bisa menarik minat kami yang memutuskan untuk tetap stay. Karena sekali lagi kami hanya tertarik dengan Mr. Big. So sorry….

Tepat pukul 23.00 WIB, keadaan semakin tidak terkendali. Hampir semua pengunjung meneriakkan Mr. Big, Mr. Big, berulang-ulang bersahut-sahutan. Serasa tidak sabar ingin cepat melihat penampilan dari band kawakan dunia ini. Tapi keadaan panggung tetap hening, lampu juga masih tetap mati. Dan tiba-tiba, ada seorang panitia, diikuti dengan musisi – musisi yang sudah tampil sebelumnya seperti /rif, Seconhand Serenade, dll, masuk ke panggung. Panitia itu meminta waktu sebentar kepada kami yang masih saja meneriakkan Mr. Big, Mr. Big, untuk diam sebentar dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Dipimpin oleh dia, kami seluruh pengunjung JRL, dengan khidmat langsung berdiri dan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia tersebut. Begitu coda berakhir, dan panitia meneriakkan, ‘now, we present… Mr. Big!!!….

Wow, dan gemuruh sorak sorai tidak dapat terelakkan. Mungkin kalau konser ini di indoor, atap gedung sudah runtuh kali ya. Karena tidak satupun dari kami yang diam, semua berteriak. Termasuk saya. Padahal saya menyadari kalau saya harus menghemat nafas, karena saya yakin pasti akan kekurangan oksigen. Tapi, kalau tidak sekarang, maka kapan lagi? Batin saya. Sesaat, saya memang sempat menikmati euphoria ini. Apalagi ketika masing-masing personel Mr. Big mulai masuk ke panggung, Paul Gilbert, gitaristnya, Pat Torpey, drummernya, dan Billy Sheehan, bassistnya mulai memainkan peranannya, benar-benar membuat mata saya tidak berhenti berkedip. Apalagi ketika Eric Martin masuk dan mulai menyanyikan Daddy Brother, hysteria penonton tidak ada habisnya.

Saya semakin terdesak-desak, karena beberapa orang penonton berusah untuk terus maju ke depan, tanpa peduli bahwa sudah tidak ada tempat lagi untuk mereka. Saya yang berbadan kecil serasa menjadi semut diantara gajah. Kalau sudah begini, saya jadi menyesal, kenapa dulu kabur ketika akan les berenang. Kalau tidak kan, mungkin tinggi saya akan sama dengan orang-orang ini. Hhmmhh. Senggol sana, senggol sini, saya berusaha untuk tetap bertahan, tidak bergeming, tidak mau digusur ke belakang. Dalam keterdesakan itu, saya masih berusaha menikmati musik sambil ikut bernyanyi, tepuk tangan, bahkan loncat-loncat. Seperti tidak ingin kehilangan euphoria ini, Mr. Big kembali menggebrak dengan Take Cover nya. Kami semakin bersemangat untuk ikut bernyanyi, sementara Popoy sibuk mengambil foto-foto para personelnya, saya juga sibuk menghalau badan-badan yang mendorong-dorong saya. Saya juga sibuk mengamati orang-orang yang ada di dekat saya. Hanya ingin tau saja, apa siy motivasi mereka datang ke sini. Emang sebagai penggemar fanatik, sekedar ikut-ikutan atau ada motivasi lain. Iseng banget saya ya? Abis, saya juga kesel, karena orang di depan saya kok lama-lama tambah banyak.

Mr. Big benar-benar all out tampilnya. Meski saya merasakan agak terganggu dengan sound system nya, menurut saya bass nya terlalu besar, jadi bagi kami yang tepat berada di depan panggung dengan speaker yang begitu banyak dan besar-besar, serasa jantungnya dag-dig-dug. Kejadian yang seharusnya tidak terjadi jika panitia mempersiapkan lebih baik lagi. Tapi, sudahlah, yang penting sekarang Mr. Big ada di depan kami, dan menyanyikan lagu yang tidak asing bagi kami.

Green Tinted Sixties Mind sedang dimainkan oleh mereka. Kemudian disusul oleh Alive & Kickin. Sesekali Eric menyapa kami, dengan meneriakkan, “Who loves Mr. Big?” tanpa dikomando pun kami langsung menjawab, “we love you” disertai dengan teriakan super fantastic dari kami.

Beberapa lagu terus dimainkan oleh Mr. Big, sesekali diselingi dengan penampilan skill bermusik Paul dan Billy. Tidak diragukan memang kepiawaian mereka dalam memetik gitar dan bass. Hampir seluruh dari kami sangat menikmati permainan musik mereka itu. Meski usia mereka yang sudah tidak muda lagi, tetapi semangatnya sungguh sangat layak untuk dicontoh. Apalagi bila kita tau bahwa kedatangan mereka ke Indonesia adalah bentuk janjinya terdahulu. Sekitar 12 tahun yang lalu. Wow, sangat konsisten juga ya.. Great!! Meski mereka juga tau kalau Jakarta baru saja diguncang terror bom, tapi itu tidak menyurutkan niat mereka memuaskan para fans nya di Indonesia, I’m really-really proud with u, Mr. Big….

Next Time Around, Hold Your Head, Wild World, Its for You, Price You Gotta Pay, Just Take My Heart, Addicted to Love dan masih ada beberapa lagi lagu yang dimainkan oleh Mr. Big malam ini. Meski permainan mereka sangat sempurna, ternyata suasana yang telah terbangun harus rusak karena ulah orang-orang yang memanfaatkan keadaan. Benar kan feeling saya tadi, ketika saya berusaha mengamati orang-orang di sekeliling saya, ada satu diantara mereka yang sangat mencurigakan gerak-geriknya. Laki-laki, mungkin sekitar 20 tahunan, tinggi tidak lebih dari 165cm. Kulit coklat gelap. Dia datang dari arah belakang saya. Trus kesamping saya. Disini saya udah punya perasaan yang tidak enak, kemudian reflek, saya langsung pegang tas saya yang memang saya taruh di depan. Saya terus amati pergerakan orang tersebut, aneh sekali. Tiba-tiba dia bisa mendekat ke orang lain, pura-pura memeluk dari belakang, kemudian bergeser lagi ke sebelahnya, bergeser terus. Dan anehnya, kepada semua orang yang dia dekati, dia seolah-olah berlagak seperti teman dekatnya. Mungkin supaya orang tidak curiga kali ya. Saya amati terus, sampai akhirnya dia bergeser ke belakang saya, dan menghilang. Saya yakin sekali kalau orang tadi adalah sebangsa copet atau maling. Karena kalau memang dia ingin melihat Mr. Big dari depan, kenapa juga akhirnya dia harus pindah ke belakang padahal sudah dapat posisi yang bagus?? Tetapi untung sajalah, tidak ada satu barangpun dari saya yang berhasil diambilnya.

Keadaan semakin memanas, saya merasa sudah tidak sanggup lagi. Keringat sudah mengucur deras, sudah mulai merasa sesak nafas, pandangan sayapun sudah mulai kabur. Tenggorokan kering. Ingin rasanya bisa secepatnya keluar dari kerumunan ini. Apalagi kaki saya ini seolah mati rasa. Tidak sanggup lagi menahan beban. Berharap ada tetesan air yang bisa meredakan sedikit rasa haus ini. Pengalaman saya waktu melihat soundrenalin, atau melihat konser White Lion, panitia sebentar-sebentar menyiramkan air ke arah penonton, supaya tidak terlalu panas suasananya. Tapi ini tidak ada sama sekali. Laki-laki dan perempuan sudah tidak ada bedanya. Tidak ada yang disebut kaum lemah. Semua ingin maunya sendiri. Sama-sama egoisnya.

Dan, akhirnya panitia membagi-bagikan air mineral gratis kepada kami para penonton. Entah mereka melihat kami kehausan, atau mereka takut ada korban yang berjatuhan mengingat begitu padatnya penonton panggung utama ini. Air mineral ini dibagikan secara estafet, bukannya 1 orang dapat 1 botol. Saya yang melihat, langsung menelan ludah. Karena posisi saya yang bukan dipinggir pagar pembatas, agak susah bagi petugas untuk menjangkau saya. Jadi ketika botol sudah sampai di dekat saya, air yang ada di dalamnya sudah habis. Sedih rasanya. Apa yang harus saya lakukan ini? Sekilas lagi, saya melihat ada laki-laki di sebelah saya yang mendapatkan botol air mineral itu, dengan setengah malu saya pun memintanya. Dan, Puji Tuhan, akhirnya terbasahi juga dahaga ini. Popoy yang ada di belakang sayapun juga berusaha untuk mencarikan air mineral lagi untuk saya. Bayangkan, air mineral 1 botol ukuran 600ml, harus diminum secara estafet, dari mulut ke mulut. Saya sebenarnya paling tidak bisa minum air mineral dengan merk lain, ditambah lagi harus minum dari mulut ke mulut dengan orang yang tidak saya kenal sebelumnya. Tapi karena dalam keadaan darurat, kemudian daripada saya memaksakan diri dengan keegoisan saya, dan malah nantinya menimbulkan masalah, maka terpaksa saya harus bisa melakukan hal tersebut. Tentunya dengan berdoa semoga kejadian ini tidak membawa penyakit atau tidak menimbulkan masalah baru nantinya.

Konser Mr. Big kali ini memang mungkin terlalu dinanti-nantikan, atau mungkin terlalu dipersiapkan oleh panitia, sehingga hal-hal kecil yang seharusnya gak ada, panitia lupa untuk mengantisipasinya. Seperti masalah air tadi, atau masalah layar background panggung utama. Ketika Paul sedang mengeksplore skill nya, tiba-tiba muncul tulisan, internet not connected. What’s the hell?? Gak penting banget kan?? Mr. Big gitu loh yang manggung… Dan parahnya, penanganannya pun terlalu lama. Sehingga tulisan itu nongol sekitar 10-15 menit. Ternodai deh konsernya..

Terasa aneh memang, Mr. Big yang seharusnya kami bisa menikmati dengan puas, malah di tengah-tengah konsernya kami harus berebut mencari-cari air yang dibagikan. Saya pribadi jujur, untuk saat ini merasa sangat aneh. Serasa bukan menonton konser Mr. Big yang harga tiketnya adalah Rp. 200.000. Tapi serasa menonton band kacangan yang gratisan, sehingga penonton membludag, dan harus ribut berebutan air. Duh…

Yah, memang suatu pertunjukan tidak bisa selalu berjalan sempurna. Meski harus ada kesalahan-kesalahan kecil seperti yang ada sekarang ini, tetap saja kami tidak begitu terlalu mempedulikannya. Kami semua kaget ketika Mr. Big mengumumkan bahwa mereka harus menyudahi penampilannya. Merasa tidak rela idolanya akan turun panggung, kami serentak meneriakkan, we want more, we want more… Padahal lampu diatas panggung sudah gelap, dan nampak crew yang seolah-olah akan membereskan peralatan, kami tetap gigih berteriak, we want more, we want more… Karena kami merasa ada beberapa lagu favorit kami yang belum Mr. Big nyanyikan.

Dan mungkin karena kegigihan kami, atau juga bagian dari scenario, akhirnya personel Mr. Big balik lagi dan meminta kami menyebutkan judul lagu yang ingin kami dengar. Serentak kami menjawab, To Be With You. Dan Paul pun menyambut, here is, to be with you.. tanpa dikomando kamipun akhirnya menyanyikan lagu permintaan kami ini. Bahkan Paul hanya sesekali mengeluarkan suara emasnya, selebihnya dia hanya melihat takjub kearah kami.

Merasa bahwa idolanya sudah kembali ke panggung, kamipun semakin bersemangat untuk menikmati pertunjukan ini. Yah, mungkin karena merasa terpuaskan atau merasa bahwa kebersamaan ini tidak akan lama lagi, kami, terutama saya, semakin berusaha tidak bergeming untuk berkedip. Saya sudah tidak ingat lagi bagaimana rasa kaki saya yang serasa ‘mati’ ini. Mungkin karena tadi sudah diisi amunisi yang berupa air estafet, makanya saya masih ada sedikit ‘nyawa’ untuk bernyanyi.

Terakhir, dan ini benar-benar terakhir, setelah Collorado Buldog selesai dimainkan, mimpi buruk itupun menjadi kenyataan. Perpisahan dengan Mr. Big, itu adalah nightmare kami. Kami harus benar-benar merelakan kepergian Mr. Big yang mungkin kamipun tidak akan pernah tau kapan kami bisa menyaksikan secara langsung, sebegitu dekatnya dengan mereka. Kami hanya bisa berharap, semoga kesempatan itu bisa datang lagi, suatu saat nanti, meski dalam hati kami berkata, “entah kapan”.

Yah, perpisahan ini memang harus terjadi. Sekarang.

Selesai konser Mr. Big, saya dan Popoy pun harus menunggu beberapa saat agar bisa keluar dari kerumunan massa ini. Karena banyak diantara kami yang masih enggan juga untuk beranjak dari lapangan Pantai Carnival ini. Mungkin apa yang mereka rasakan sama dengan apa yang saya dan Popoy rasakan. Kecapekan.

Saya dan Popoy kemudian mampir ke stan souvenir. Tapi kali ini penuhnya luar biasa dibanding kemarin. Karena sudah janji sama Rini mau membawakan ‘sesuatu’ dari event ini, mau tidak mau saya dan Popoy pun ikut berjubel di stan ini. Dan ternyata, kebanyakan dari souvenir yang ditawarkan tidak ada barangnya, alias habis. Saya hanya kebagian 2 magnet kulkas dan 1 kaos untuk Popoy. Hmm,,, jadi nyesel kenapa kemarin gak hunting souvenir..

Saya dan Popoy menuju stan minuman. Rasa haus memang belum terpuaskan sejak tadi. Sambil melepas lelah, yang tentu saja masih saya rasakan, saya dan Popoy duduk di jalanan depan Segarra resto. Yah, beraspal, lumayan lah, tidak berdebu. Saya dan Popoy tidak banyak berbicara, mungkin Popoy masih sedih karena harus kehilangan ponselnya (tidak perlu diceritakan ya bagaimana ponsel Popoy bisa dibawa kabur oleh pencopet). Untuk membuang jenuh, saya kemudian melihat-lihat dan menganalisa muka-muka para penonton JRL ini. Iseng saja, sambil membayangkan kira-kira apa ya yang ada di benak mereka.

Eh, malah tanpa sengaja saya melihat Desta berjalan ke arah saya. Spontan langsung saya panggil, ‘Hai Desta..’. dan untung saja (mungkin) Desta orang yang tidak sombong maka dia balas menyapa saya. Melihat saya yang berseri-seri karena ketemu dengan artis favoritnya, Popoy berinisiatif menyuruh saya untuk berfoto berdua dengan Desta. Tadinya daya menolak, kok rasanya malu aja, di depan banyak orang, foto dengan artis. Serasa orang udik saja. Tapi karena Popoy memaksa dan dengan pede nya dia juga yang menghampiri Desta, mau gak mau akhirnya saya berfoto juga.

(nb. Fotonya ada kok di account fb saya)

Jujur, saya akui ini pengalaman yang sangat menarik bagi saya. Dalam 1 kesempatan, saya bisa punya kenangan yang sangat manis, dan unforgettable pastinya..


Saatnya pulang.

Apa yang terjadi?

Ancol macet total.

Bahkan saya dan Popoy harus rela naik turun dari motor, untuk memaksa lewat trotoar. Bisa dibayangkan bagaimana jika saya naek mobil ke Ancol?

Jawabannya, untung tidak..

Dari keluar tempat parkir dan sejauh mata memandang, hanya nampak kemacetan yang luar biasa..

Akhirnya saya dan Popoy memutuskan untuk duduk-duduk dulu di tepi pantai, sambil menunggu jalan lancar, dan sambil makan nasi yang tadi kami bawa. Hehehe, lucu juga. Saking niatnya pengen ngirit, dibela-belain bawa makan dari rumah, ternyata memang bisa makan setelah konser. Padahal proses membawa masuknya saja tadi sudah setengah mati. Indah sekali kalau ingat hal ini.

Sekitar pukul 4 pagi kurang lebih, kami memutuskan untuk pulang ke rumah. Disamping kami juga melihat kalau jalanan sudah agak lumayan lancar, rasa sangat capek lah yang membuat kami juga rasanya ingin segera merebahkan diri.

Sampai dirumah, saya bersiap-siap untuk tidur. Sebelum tidur saya berusaha untuk berpikir kira-kira hikmah apa yang bisa saya petik dari kejadian demi kejadian pada kemarin hingga hari ini.

Saya berpikir, ternyata band sekaliber Mr. Big, yang memang sudah diakui dunia termasuk band yang sangat humble. Bayangkan saja, sejauh saya mengamati, mereka tidak terlalu ribet dengan panggung yang ‘hanya’ seperti itu. Dengan keadaan, situasi yang seperti tadi. Mereka kelihatan sangat nyaman, kelihatan sangat tulus dalam bernyanyi. Saya membandingkan dengan band atau artis lain yang mungkin agak ribet, terlalu merasa kalau mereka itu penting, padahal prestasi mereka tidak seberapa. Jauh sekali behaviour nya..

Hmm, dalam kantuk saya bertanya, bisa tidak ya saya meniru Mr. Big? Untuk selalu rendah hati meski sedang berada ‘diatas’?

Semoga, jawab hati saya sambil bermimpi indah..

0 comments on "Part 3: day 2.. (finish)"

Post a Comment

Sebelumnya Sesudah Home
 

My Blog List

Labels

Welcome

:: Isi Otak :: Copyright 2008 Shoppaholic Designed by Ipiet Templates Image by Tadpole's Notez